Sekitar Tahun 1700an, seorang perempuan yang bernama Karni, atau biasa dikenal dengan nama "Buyut Kerni", telah membuat keputusan akan memisahkan diri dari desa asalnya, yaitu Desa Betoyo, dan memilih satu tempat yang berada di sebelah barat. Tempat tersebut dipilih karena posisi elevasi tanahnya yang agak lebih tinggi dibanding tempat-tempat yang lain, hingga tempat tersebur dinamakan wilayah Tanggul, dan akhirnya setelah jadi desa dinamakan "Desa Tanggul".
Buyut Kerni memiliki suami yang masih belum terungkap siapa namanya dan dari mana asalnya. Hanya saja dari pernikahannya Buyut Kerni memiliki 5 (lima) orang anak, yaitu: yang paling tua perempuan bernama "Loya", yang kedua laki-laki bernama "Lulut", yang ketiga laki-laki bernama "Lempuk", yang keempat perempuan bernama "Ndaru", dan yang kelima perempuan bernama "Barakat".
Ada kemungkinan kelima anak Buyut Kerni ini ditugaskan menempati wilayah sendiri-sendiri, yaitu: Loya mengikuti suaminya di Pecuk, Lulut mendiami Tanggul Utara, Lempuk diberi tempat di Masawah (Tanggul selatan), Ndaru di wilayah Ndurungan, dan Barakat di wilayah Mberkat (Dukuh). Namun anggapan tersebut dirasa masih sangat lemah dan perlu diuji kebenarannya.
Secara kebetulan, sekitar tahun 1870an, seiring dengan telah dibangunnya jalan Betoyo-Lamongan, di sebelah utara desa Tanggul terjadi sengketa wilayah antara Desa Dagang dan Desa Pejangganan, yang berakhir dengan berpindahnya pemukiman Desa Dagang yang berjumlah 7 (tujuh) rumah menuju jalan baru, yang mendekati lokasi permukiman Desa Tanggul.
Oleh karena Desa Dagang baru ini rakyatnya hanya tujuh rumah dan tidak ada yang mau jadi pemimpin, maka diputuskan mengambil pemimpin agama (Mudin) yang bernama Karso dari Masawah (Tanggul Selatan) dan mengambil pemimpin desa (Petinggi) bernama H. Abdul manan dari Desa Medang, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan namun tinggal di Desa Pedurungan.
Pada era sekitar tahun 1900an, Kepala Desa Tanggulrejo H. Sholeh menikahkan putrinya yang bernama Fatimah dengan putra Kepala Desa Dagang yang bernama H. Sulaiman, hingga terjadi jalinan persaudaraan yang akrab antar dua kepala desa tersebut, yang akhirnya keduanya berkeinginan menggabungkan dua Desa tersebut menjadi satu Desa. Ide tersebut disambut baik oleh kedua warga Desa Tanggul dan Dagang dan mereka bersepakat menamakan gabungan tersebut menjadi Desa “Tanggulrejo” dengan Kepala Desanya H. Sholeh.